Tentang Tata Ruang Sumatera

Dear all
Blog ini merupakan Kumpulan Persoalan2 yang terkait dengan penataan ruang pulau sumatera, Jika ada yang tertarik berkontibusi untuk menjadi penulis silahkan kirimkan email ke tataruang.sumatera@yahoo.co.id. Sementara ini lagi dilakukan posting secara berkala berdasarkan arsip beberapa mailing list lingkungan yang terkait dengan konflik penataan ruang.

Minggu, 06 Maret 2011

Pohon Penutup Borok Kejahatan Korporasi (Siaran Pers)

Siaran Pers Bersama WALHI, JATAM & KIARA – 16 April 2009
Pohon Penutup Borok Kejahatan Korporasi (Greenwash Korporasi Tambang dalam Indogreen Forestry Expo 2009)
Jakarta (15/4/2009). Pemulihan kerusakan hutan tak mungkin terwujud hanya dengan jargon One Man, One Tree, Satu orang satu pohon, yang digagas Departemen Kehutanan dalam gerakan Indonesia Menanam. Sementara dibalik jargon tersebut, Pemerintahan SBY mengeluarkan kebijakan pembabatan hutan alam tersisa, lewat PP No 02 tahun 2008, yang menyewakan hutan lindung untuk dikeruk, penggunakan kayu alam untuk industri pulp dan kertas, UU No 4 tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara, serta kebijakan penggunaan lahan gambut untuk kebun besar kelapa sawit. Jargon ini akan menjadi alat pencitraan hijau dibalik penghancuran hutan Indonesia oleh korporasi transnasional.


Jargon Satu orang Satu Pohon dan tema "Save The Forest, Save The World" pada Indogreen Forestry Expo 2009 - Departemen Kehutanan pada 14 – 17 April 2009 di Jakarta, sungguh membodohi dan menyesatkan publik. Proses alih fungsi
lahan hutan menjadi kawasan tambang, kebun kayu monokultur dan perkebunan besar kelapa sawit, makin membuat program penghutanan kembali - Gerhan, maupun Indonesia Menanam, tak berarti.
Kebijakan Pemerintah 2 tahun terakhir mengancam hutan lindung tersisa, yang berdampak pada 60 juta warga negara bergantung kawasan hutan. Akibatnya Intensitas bencana ekologis meningkat, pada 2008, terjadi 359 kali kejadian bencana. Laju kerusakan hutan kita mencapai 2,7 juta hektar pada tahun 2007.
Sampai 2006, lebih 11,23 juta hektar hutan telah dilepaskan untuk Hutan Tanaman Industri dan hanya 20 persen diantaranya yang telah ditanami. Dan dari 20,29 juta hektar ijin perkebunan besar kelapa sawit, hanya 6,7 juta hektar yang ditanami, sisanya ditinggalkan setelah diambil kayunya.
"Indonesia butuh lebih dari sekedar menanam. Pemerintah harus segera melakukan pencabutan peraturan perundang-undangan yang melanggengkan industri-industri ekstraktif yang telah merusak sebagian besar hutan dan kekayaan alam Indonesia" ujar Teguh Surya, Kepala Departemen Advokasi dan Jaringan WALHI.
Pameran ini patut digugat, mengingat para pendukung utamanya adalah perusahaan tambang skala besar perusak hutan. Mereka mengeruk perut bumi, membabat hutan dan membuang jutaan ton limbah ke darat dan laut. PT Newmont Nusa Tenggara mengeruk emas Sumbawa. Ada lebih 1500 ha hutan yang berubah menjadi lubang tambang, jalan, pabrik dan fasilitas tambang lainnya. Ia membuang 120 ribu ton limbah tailing perhari ke laut teluk Senunu. Dan
sedang meluaskan tambangnya ke hutan lindung, ekplorasi dilakukan di hutan lindung Dodo dan Rinti seluas 12.639 ha. Belum lagi tambangnya di Sulawesi utara, yang mengubah hutan warga menjadi lubang-lubang raksasa, hingga perusahaan tutup.
PT Freeport Indonesia/ Rio Tinto di Papua, membuang 220 ribu ton limbah per hari ke lingkungan. Sementara terjadi perusakan hutan dan gunung Etsberg dan Grasberg, limbah tailingnya menghancurkan ekosistem dataran rendah hingga muara Ajkwa. Tahun 2000, ada sekitar 21 – 63 km2 hutan bakau yang rusak di muara. Sementara PT Inco, Di Pomalaa Timur Sulawesi Tenggara, tambang Nikel dilaporkan merusak 75 ha hutan. Oktober 2006, Direktur Utama PT. Inco Arif Siregar, juga Senior-VicePresident, Timothy C Netscher yang tersangka
dalam kasus perusakan hutan lindung Desa Karebbe, Malili, Luwu Timur Sulawesi Selatan. Sekitar 45 persen lahan tambang PT Inco adalah hutan lindung. Perusahaan lain, lainnya? Mulai PT Timah, PT Antam, PT Adaro Indonesia hingga PT Kaltim Prima Coal, setali tiga uang.
"Cara pemerintah mempromosikan model penyelamatan hutan lewat jargon dan pencitraan hijau (greenwashing) sangat menyesatkan dan tak memberi manfaat bagi penyelamatan hutan. Sebaliknya menjadi bedak penutup borok perusak hutan. Industri tambang salah satu ancaman terbesar hutan lindung tersisa saat ini ", ujar Siti Maemunah, Koordinator Nasional JATAM.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar