Tentang Tata Ruang Sumatera

Dear all
Blog ini merupakan Kumpulan Persoalan2 yang terkait dengan penataan ruang pulau sumatera, Jika ada yang tertarik berkontibusi untuk menjadi penulis silahkan kirimkan email ke tataruang.sumatera@yahoo.co.id. Sementara ini lagi dilakukan posting secara berkala berdasarkan arsip beberapa mailing list lingkungan yang terkait dengan konflik penataan ruang.

Rabu, 26 Januari 2011

RSPO MAMPU ULUR KONFLIK PERKEBUNAN KELAPA SAWIT

Monday, 27 July 2009 16:32

Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Julian Junaidi Polong, menilai keberadaan Sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) hanya akan mengulur konflik yang terjadi pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

Palembang, 27/7 (Antara/FINROLL News) - Dosen Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang, Julian Junaidi Polong, menilai keberadaan Sertifikasi RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) hanya akan mengulur konflik yang terjadi pada perkebunan kelapa sawit di Indonesia.

"Konflik yang semula sempat menaik grafiknya akan kembali menurun, menyusul adanya ketentuan Sertifikasi RSPO itu," kata JJ Polong, dalam diskusi terbatas yang diselenggarakan Lembaga Kantor Berita Nasional (LKBN) ANTARA Biro Sumsel bekerjasama dengan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Sumsel, dan diikuti kalangan media massa (wartawan),unsur dinas dan instansi pemerintah Provinsi Sumsel, akademisi, LSM/NGO, di Kantor LKBN ANTARA Sumsel.

Diskusi ini bertemakan "Menyibak Sekenario di balik Sertifikat RSPO", dan terfokus membahas pro dan kontra pengembangan perkebunan sawit atau "sawitisasi" di Sumatra maupun Sumsel khususnya.

"Bila biaya lingkungan yang semakin tinggi dan manfaat lingkungan semakin menurun bertemu dalam satu titik, maka hampir pasti akan terjadi konflik lingkungan. Keberadaan RSPO hanya akan mengulur waktu agar konflik lingkungan ini tidak cepat terjadi," kata Polong yang juga pernah dikenal sebagai aktivis pembela hak petani di Sumsel itu pula.

Ia menyatakan, keberadaan Sertifikat RSPO merupakan standard pengelolaan perkebunan sawit yang sesuai dengan kaidah kelestarian lingkungan hidup secara berkelanjutan (minyak sawit lestari).

Penerapan Sertifikat RSPO (Roundtable on Sustainable Palm Oil) itu, telah disepakati pada Konferensi Minyak Sawit Lestari akhir tahun 2002.

Sesuai dengan ketentuan sertifikasi itu, minyak sawit (CPO) yang dihasilkan benar-benar harus memenuhi delapan prinsip dan tiga kriteria yang dipersyaratkan, seperti tidak menimbulkan pencemaran lingkungan dan tidak terlibat dalam konflik sosial dengan masyarakat di sekitar perkebunan sawit itu, kata dia pula.

Namun, lanjut JJ Polong lagi, dalam pelaksanaan di lapangan, penerapan sertifikasi tersebut dilaporkan masih banyak menimbulkan sejumlah persoalan bagi lingkungan maupun masyarakat di dalamnya.

Ia memberikan ilustrasi berdasarkan pengalamannya yang pernah bermukim di daerah perkebunan kelapa sawit di kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU).

"Sewaktu belum dibuka lahan perkebunan kelapa sawit di daerah itu, manfaat lingkungan menjadi demikian tinggi, seperti masyarakat sekitar dapat mengambil kayu bakar dan memanfaatkan hasil hutan lainnya secara leluasa,"ujar dia.

Namun setelah diubah menjadi perkebunan kelapa sawit, manfaat lingkungan menjadi menurun bagi masyarakat sekitarnya, dan berimbas dengan biaya lingkungan menjadi tinggi karena banyak penggunaan zat-zat kimia pestisida serta biaya lainnya, kata Polong lagi.

Dia menambahkan, keadaan ini akan berpengaruh signifikan kepada masyarakat yang tidak dapat terintegrasi dalam industri agrobisnis modern ini, seperti masyarakat yang tergusur akibat pembukaan lahan perkebunan ini.

"Artinya, konflik lingkungan yang terjadi di lahan perkebunan kelapa sawit pasti akan terjadi walaupun sudah ada RSPO, karena RSPO hanya berfungsi seperti mengulur waktu saja," kata Polong.

Karena itu, dia menyarankan agar fokus perhatian dari berbagai pihak dalam kaitan penerapan Sertifikat RSPO itu adalah bagaimana menyeimbangkan antara kepentingan kapitalis (pemilik modal, Red), masyarakat, dan lingkungan yang masuk dalam siklus agrobisnis ini dan yang tidak.

Dialog kerjasama WALHI Sumsel dengan LKBN ANTARA Sumsel itu, menghadirkan narasumber lain, yaitu Ketua Departemen Kampanye Sawit Watch Jefri Gideon Saragih, Direktur Eksekutif WALHI Sumsel Anwar Sadat, Sekretaris Dinas Perkebunan Sumsel Anung Riyanta, dan Staf Badan Lingkungan Hidup Sumsel Muhammad Andhy. (T.PSO-039)

Walhi Sumsel
Jalan A.Rivai No 690 A. Palembang
Sumatera selatan 30135
Telp/Fax : +62 711 317 526

Tidak ada komentar:

Posting Komentar