Dalam kegiatan tersebut, dikemukakan juga beberapa usulan dan tanggapan dari anggota Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional. Antara lain, pentingnya membuat sistem mitigasi bencana yang terintegrasi, termasuk pemberian informasi yang jelas terhadap masyarakat terkait informasi penataan ruang seperti kawasan-kawasan rawan bencana.
Menanggapi hal tersebut, Edison menjelaskan, RTRW Kota Bukit Tinggi telah melakukan perencanaan berdasarkan analisa kebencanaan, namun perlu ditambahkan informasi sebaran dan tingkat resiko di masing-masing kawasan. Terkait pemberian informasi yang jelas juga telah tertuang dalam Undang-Undang No. 26/2007 tentang Penataan Ruang, sehingga perda Kota Bukit Tinggi dapat menyesuaikan dengan Undang-Undang tersebut. Keuntungan yang dapat diperoleh adalah perda dapat berperan sebagai payung hukum bagi pelaksanaan sosialisasi dan penyebaran informasi ketataruangan kepada masyarakat.
Diungkapkan juga oleh Edison, dalam penyusunan rencana tata ruang berbasis kebencanaan harus berdasarkan Kajian Lingkungan Hidup Strategis (KLHS). KLHS merupakan salah satu syarat sekaligus unsur utama dalam penyusunan rencana tata ruang yang berkelanjutan. KLHS menjamin pelaksanaan penyusunan penataan ruang yang sesuai dan proporsional. Sekaligus menanggapi beberapa pertanyaan dari anggota BKPRN lain terkait KLHS, diungkapkan oleh Edison bahwa Kota Bukit tinggi telah melakukan KLHS dan telah diperiksa.
Edison menambahkan, sesuai arahan dari anggota BKPRN, agar perda tidak dibuat terlalu kaku dan lebih terbuka terhadap penyelenggaraan kegiatan-kegiatan lain. Diharapkan perda dapat mengakomodasi perubahan-perubahan terkait pertumbuhan ruang kota yang dinamis tanpa mengurangi pertimbangan-pertimbangan sistem mitigasi kebencanaannya. (oc/sha/ibm)
Source: http://www.penataanruang.net/detail_b.asp?id=1241
Tidak ada komentar:
Posting Komentar